Sorogan dan Implementasi Pembelajaran "Deep Learning" di Pesantren
Sorogan atau bandongan merupakan sebuah pembelajaran tradisional yang banyak diterapkan dalam pendidikan berbasis pesantren. Sorogan termasuk dalam ragam evaluasi pembelajaran kitab kuning. Santri yang sudah mendapatkan pelajaran ilmu nahwu dan shorof biasanya akan diajarkan cara membaca kitab kuning. Setelah itu mereka diminta untuk membacakannya di depan kiai atau ustadz secara individu. Ustadz akan mengoreksi bacaan santri apabila ada kesalahan dalam membaca kitab, baik kesalahan membaca harokat (shorof) ataupun penentuan posisi kalimat (nahwu).
Dalam kurikulum diniyyah Asrama Sunan Ampel Putra Ponpes Mamba'ul Ma'arif Denanyar, pelajaran sorogan diberikan kepada santri kelas 3&4 diniyah setelah mereka mendapatkan pelajaran Nahwu Shorof menggunakan metode cepat baca kitab "AL-MIFTAH" (baca di https://www.asadenanyar.ponpes.id/2024/09/metode-almiftah-belajar-baca-kitab.html?m=1).
Tidak dipungkiri bahwa dalam praktek sorogan ada saja santri yang salah menempatkan harokat, dikarenakan kitab yang dibaca tidak berharokat. Disinilah pentingnya ketelitian ustadz dalam menyimak bacaan santri.
Sorogan mendidik santri untuk berfikir secara terstruktur, menganalisa struktur kalimat, hingga mencari sebab-akibat dari penyusunan kata. Bukan tanpa alasan, dalam metode tersebut dipelajari tata bahasa, sebab terjadinya, dsb. Seperti kalimat (يَنْصُرُ) akan timbul banyak pertanyaan termasuk kalimat apa?, mu'rob atau mabni?, kalau mu'rob apa i'robnya?, kenapa rofa'?, apa tanda rofa' nya?, kenapa tandanya dhommah?, wazannya apa?... dan banyak lagi pertanyaan.
Tanpa kita sadari sorogan termasuk dalam pendekatan pembelajaran deep learning. Apa itu deep learning?...
Dilansir dari bbpmpjabar.id deep learning adalah pendekatan belajar yang bukan hanya mengajarkan siswa untuk menghafal, tetapi lebih dalam. Deep learning memiliki 3 pilar utama: mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning.
1. Mindful Learning
Otak peserta didik diasah agar pengetahuan dan wawasannya bertambah, daya kritis dan analisis nya semakin tajam. Prakteknya dalam sorogan santri akan dilatih menganalisa asal muasal kalimat, mengapa harus dibaca dhommah, posisi dalam kalimat sebagai apa, dsb. Dengan memberikan pengalaman sorogan, akan meningkatkan daya berfikir otak, mengkritisi sebuah masalah atau fenomena, dan bertanggungjawab atas pendapat atau argumen yang disampaikan.
2. Meaningful Learning
Meaningful learning pada dasarnya pembelajaran harus memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Bukan hanya asal terlaksananya pembelajaran, bukan hanya asal materi tersampaikan, dan bukan asal materi habis. Intinya, setelah peserta didik mengalami meaningful learning, mereka dapat membuat sebuah refleksi seperti: apa pelajaran/ pengalaman /hikmah/ makna/ kesan/ inspirasi yang saya dapatkan setelah mempelajari materi tersebut? Lalu apa tindak lanjut yang akan saya lakukan setelah mendapatkan pengalaman belajar?
Setelah sorogan ustadz akan memberikan refleksi kepada santri tentang pentingnya belajar dan muthola'ah agar meminimalisir kesalahan dalam membaca kitab. Sehingga santri menjadi terinspirasi bahwa membaca kitab dan mempelajari ilmu tidak semudah membalikkan tangan. Mereka akan lebih teliti dan berhati-hati dalam membaca kitab, lebih-lebih menyampaikan ilmu kepada masyarakat.
3. Joyful Learning
Joyful learning intinya adalah peserta didik terlibat secara aktif baik fisik (hands on) maupun pikirannya (minds on) selama mengikuti pembelajaran. Masalah yang bersifat kontekstual, strategi dan metode pembelajaran yang menarik, serta stimulus yang tepat dan relevan dengan materi yang dipelajari oleh peserta didik dapat meningkatkan minat dan semangat belajarnya.
Dalam pesantren joyful learning diterapkan melalui metode "syawir" (musyawaroh). Setelah sorogan, santri di dorong untuk mendiskusikan dan menyimpulkan materi yang ada dalam kitab. Pada konteks fiqih, ustadz memberikan sebuah masalah perihal ibadah dan diminta untuk mendiskusikannya antar santri. Setelah mendapatkan kesimpulan, santri mempresentasikan hasil diskusinya kepada ustadz untuk divalidasi.
Kontributor : R. Mukti