Ketika Rasulullah Jelaskan pada Sahabat Persamaan Kerja dan Jihad
Dalam sejarah Islam, jihad sering dipahami sebagai perjuangan di medan perang. Namun, Rasulullah ﷺ, dengan kebijaksanaan dan kelembutan ajarannya, memperluas makna jihad hingga mencakup seluruh upaya kebaikan, termasuk pekerjaan yang dilakukan dengan niat yang benar.
Suatu hari, para sahabat melihat seorang laki-laki yang begitu kuat dan semangat bekerja. Ia bekerja keras, memikul beban, dan tampak sangat giat. Lalu mereka berkata,
“Wahai Rasulullah, andai saja kekuatan dan semangat orang ini digunakan di jalan Allah…”
Mendengar itu, Rasulullah ﷺ segera meluruskan persepsi mereka. Beliau bersabda:
"Jika ia keluar untuk bekerja demi menafkahi anak-anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk menafkahi kedua orang tuanya yang sudah tua, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk mencukupi kebutuhannya sendiri agar tidak meminta-minta, maka ia pun berada di jalan Allah. Tetapi jika ia bekerja untuk pamer dan mencari kekayaan semata, maka ia berada di jalan setan."
(HR. Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir, dengan sanad hasan)
Kerja Adalah Bagian dari Jihad
Hadis ini menunjukkan bahwa Islam tidak pernah memisahkan antara ibadah dan aktivitas dunia. Selama niat seseorang lurus dan pekerjaannya halal, maka setiap tetes keringat yang dikeluarkan dapat bernilai jihad di sisi Allah. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa menafkahi keluarga, merawat orang tua, atau bahkan sekadar bekerja agar mandiri secara ekonomi adalah bentuk ibadah dan perjuangan yang setara dengan jihad.
Ini adalah pelajaran penting bagi kaum muslimin yang hidup di zaman ini—di tengah hiruk-pikuk pekerjaan, usaha, dan profesi. Jangan sampai kita menganggap bahwa hanya orang yang berperang atau berdakwah di atas mimbar saja yang sedang berjihad. Seorang buruh yang memanggul batu dengan niat menafkahi keluarganya, seorang guru yang sabar mengajar murid-muridnya, seorang pedagang yang jujur—semuanya bisa bernilai jihad jika diniatkan untuk mencari ridha Allah.
Menyatukan Dunia dan Akhirat
Salah satu keindahan ajaran Islam adalah kemampuan menyatukan urusan dunia dan akhirat. Tidak ada dikotomi yang memisahkan keduanya. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk melarikan diri dari dunia, tetapi justru menekankan agar dunia dijadikan jalan menuju akhirat.
Rasulullah ﷺ adalah teladan sempurna dalam hal ini. Beliau berdagang, berinteraksi dengan masyarakat, berperang, dan beribadah. Semua aspek kehidupan beliau sarat makna ibadah. Maka, ketika para sahabat melihat seseorang yang bekerja keras, Rasulullah tidak langsung menyuruhnya berhenti bekerja dan pergi berperang, tetapi malah menegaskan nilai spiritual dari pekerjaannya itu.
Pekerjaan Bernilai Surga
Bekerja dalam Islam bukan sekadar kegiatan mencari uang. Ia adalah bagian dari tanggung jawab moral dan agama. Seorang ayah yang mencari nafkah dengan halal, seorang ibu yang mengurus rumah tangga dengan penuh cinta, seorang pelajar yang menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh—semuanya adalah pejuang di jalan Allah jika dilakukan dengan ikhlas.
Bahkan dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa :
“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari).
Ini menunjukkan betapa Islam mengangkat derajat orang yang bekerja keras dan mandiri.
Menata Niat dalam Setiap Aktivitas
Kunci utama agar pekerjaan kita bernilai jihad adalah niat. Seperti yang dikatakan oleh Imam Nawawi, “Betapa banyak amal dunia yang bisa berubah menjadi amal akhirat karena niat yang benar.” Sebaliknya, amal yang secara lahiriah tampak seperti ibadah bisa menjadi sia-sia jika niatnya tercemar oleh riya' dan dunia.
Rasulullah ﷺ selalu menekankan pentingnya niat, bahkan dalam hadis pertama dalam Shahih Bukhari disebutkan:
“Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya.”
Maka seorang muslim yang ingin menjadikan pekerjaannya bernilai jihad harus selalu memperbarui niat: bekerja bukan hanya untuk uang, tetapi juga untuk menjalankan amanah, memberi nafkah yang halal, dan tidak menjadi beban bagi orang lain.
Sebagai Penutup: Jadikan Kerjamu sebagai Ibadah...
Kisah Rasulullah ﷺ dan para sahabat tersebut memberi kita pelajaran besar: bahwa jihad tidak hanya dengan pedang, tetapi juga dengan pena, cangkul, laptop, kompor, dan alat-alat kerja lainnya. Setiap profesi yang halal dan dikerjakan dengan niat yang lurus bisa menjadi ladang pahala yang besar.
Di era modern ini, mari kita hidupkan kembali semangat kerja sebagai ibadah. Jangan merasa kecil hati jika tidak bisa berdakwah di mimbar atau tidak bisa ke medan tempur. Cukup dengan menjalankan tugas harian kita dengan keikhlasan, insya Allah, kita pun termasuk pejuang di jalan Allah.
“Kerjamu bisa menjadi jihadmu, jika kau niatkan untuk kebaikan dan mencari ridha Allah.”