Ghibah Terhadap Orang yang Telah Meninggal
Dalam Islam, ghibah (menggunjing) adalah dosa besar, dan hal ini tetap berlaku meskipun terhadap orang yang telah meninggal dunia. Seseorang tidak bebas berkata buruk tentang mayit hanya karena ia telah wafat. Justru, orang yang telah wafat lebih berhak untuk dijaga kehormatannya karena mereka tidak bisa lagi membela diri.
Apa itu Ghibah?
Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu (muslim) di belakangnya, meskipun hal itu benar adanya. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tahukah kalian apa itu ghibah?"
Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu."
Beliau bersabda, “Engkau menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang dia tidak suka.”
Lalu ditanya, “Bagaimana jika yang aku katakan itu benar-benar ada pada dirinya?”
Beliau menjawab, “Jika benar ada padanya apa yang kamu katakan, maka kamu telah menggunjingnya. Jika tidak ada padanya, maka kamu telah memfitnahnya.”
(HR. Muslim)
Hukum Ghibah terhadap Mayit
Para ulama menyatakan bahwa ghibah terhadap orang yang sudah meninggal tetap haram, bahkan bisa lebih besar dosanya dibanding ghibah terhadap orang yang masih hidup.
1. Tidak Bisa Membela Diri
Orang yang telah meninggal tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan atau membantah apa yang dibicarakan tentang dirinya. Ini menjadikan tindakan tersebut lebih zhalim.
2. Larangan Umum Menyebut Keburukan Mayit
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Janganlah kalian mencela orang-orang yang telah meninggal, karena mereka telah mendapatkan apa yang mereka kerjakan."
(HR. Bukhari)
Hadis ini memberikan pelajaran bahwa mengumbar aib orang yang telah wafat adalah terlarang, karena itu tidak memberikan manfaat dan justru bisa mendatangkan dosa bagi yang melakukannya.
3. Menjaga Kehormatan Sesama Muslim
Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan seorang muslim, baik saat hidup maupun setelah meninggal. Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya kehormatan, harta, dan darah kalian haram atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini, di negeri kalian ini, di bulan kalian ini.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini berlaku umum untuk semua muslim, termasuk yang telah wafat.
Kapan Boleh Menyebut Keburukan Mayit?
Dalam kondisi tertentu, ulama membolehkan menyebut keburukan orang yang sudah meninggal bukan untuk menggunjing, tetapi karena alasan syar’i dan maslahat umum, seperti:
1. Peringatan bagi umat, misalnya menyebut kesesatan tokoh atau pemimpin yang menyebarkan bid'ah atau kebatilan.
2. Kritik ilmiah, seperti dalam penilaian hadits (jarh wa ta’dil) oleh para ulama.
3. Penegakan hukum, bila berkaitan dengan warisan atau hak-hak orang lain yang ditinggalkan.
Namun, semua itu harus dengan niat yang lurus dan bukan karena dendam pribadi atau untuk merendahkan.
Penutup: Jagalah Lisan, Hormati yang Telah Tiada
Menggunjing orang yang sudah meninggal tidak hanya dosa, tetapi juga mencerminkan hati yang kotor dan lisan yang tidak terjaga. Islam mengajarkan kita untuk menjaga kehormatan sesama, mendoakan kebaikan bagi yang telah wafat, dan jika memang mereka memiliki kesalahan, serahkan kepada Allah yang Maha Adil.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Lebih utama bagi kita untuk mendoakan dan memaafkan, bukan membuka aib. Karena pada akhirnya, kita pun akan kembali ke tanah, dan berharap orang-orang menjaga nama baik kita setelah kita tiada.