"Nafsu Lawwamah" Sarana Menuju Perbaikan Jiwa
Berkaitan dengan perjalanan spiritual seorang Muslim, pemahaman terhadap struktur jiwa (nafs) menjadi hal yang sangat penting. Al-Qur'an menggambarkan bahwa jiwa manusia memiliki tingkatan-tingkatan, mulai dari nafsu yang paling rendah hingga nafsu yang paling suci. Salah satu tingkatan tersebut adalah nafsu lawwāmah, yaitu jiwa yang mencela dirinya sendiri.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Qiyamah:
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela (nafsu lawwamah).”
(QS. Al-Qiyamah: 2)
Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan nafsu lawwāmah hingga Allah bersumpah dengannya. Tapi apakah yang dimaksud dengan nafsu lawwāmah? Apa ciri-cirinya? Dan bagaimana peran nafs ini dalam pembinaan jiwa?
Pengertian Nafsu Lawwamah
Secara bahasa, kata lawwāmah berasal dari kata "laama" yang berarti mencela atau menyalahkan. Sedangkan dalam konteks spiritual, nafsu lawwāmah adalah jiwa yang mencela dirinya sendiri ketika berbuat dosa atau kesalahan. Ini adalah tingkatan jiwa yang sudah memiliki kesadaran moral, namun belum sepenuhnya istiqamah dalam kebaikan.
Berbeda dengan nafsu ammarah (jiwa yang selalu memerintahkan kepada kejahatan), nafsu lawwāmah telah mengalami pencerahan hati. Ia belum mencapai kesucian sempurna, tetapi sudah mampu membedakan antara yang baik dan buruk serta merasa menyesal ketika terjerumus dalam dosa.
Ciri-ciri Nafsu Lawwamah
-Menyesali Perbuatan Dosa
Nafsu lawwāmah adalah jiwa yang tidak tenang setelah melakukan kesalahan. Hatinya gelisah karena merasa telah jauh dari Allah. Penyesalan ini adalah tanda bahwa hati masih hidup dan belum mati oleh dosa.
-Sadar akan Kekurangan Diri
Orang dengan nafsu lawwāmah menyadari kelemahan dirinya di hadapan Allah. Ia tahu bahwa dirinya belum sempurna dan masih banyak kekurangan dalam ibadah maupun akhlak.
-Sering Muhasabah (Introspeksi Diri)
Ia sering merenungi perbuatannya, menilai apakah ia telah melanggar perintah Allah atau tidak. Muhasabah ini mendorongnya untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanannya.
-Bergelut antara Kebaikan dan Keburukan
Nafsu lawwāmah adalah medan pertempuran antara dorongan menuju kebaikan (ilham taqwa) dan dorongan menuju keburukan (ilham fujur). Jiwa ini belum stabil; kadang menang dalam kebaikan, kadang kalah oleh hawa nafsu.
Pentingnya Nafsu Lawwamah dalam Proses Tazkiyatun Nafs
Dalam proses tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), nafsu lawwāmah adalah tahap penting yang harus dilewati oleh setiap insan. Tanpa adanya perasaan bersalah dan pencelaan terhadap diri sendiri, seseorang akan tetap berada dalam kemaksiatan tanpa penyesalan.
Nafsu lawwāmah adalah sinyal dari Allah bahwa hati seseorang belum mati. Bahkan Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa ketika seseorang tidak lagi merasa bersalah atas dosa, itulah tanda kerasnya hati dan matinya nurani.
Perbedaan dengan Nafsu Lainnya
Jenis Nafsu dan Ciri-cirinya :
Nafsu Ammarah : Mendorong kepada kejahatan, tunduk pada syahwat dan hawa nafsu
Nafsu Lawwamah : Mencela diri atas dosa, sadar akan kesalahan, sering bertaubat
Nafsu Muthma’innah :Jiwa yang tenang, ridha atas takdir Allah, dekat dengan-Nya
Jadi, nafsu lawwāmah berada di tengah antara nafsu ammarah dan nafsu muthma’innah. Ia adalah fase transisi dari keburukan menuju kebaikan.
Contoh dalam Kehidupan
Bayangkan seseorang yang baru belajar tentang agama dan mencoba mendekatkan diri kepada Allah. Suatu hari ia lalai dalam shalat, kemudian merasa bersalah dan menangis dalam sujudnya. Ia berkata dalam hati, “Mengapa aku lalai kepada Allah yang telah memberiku segalanya?”
Rasa bersalah yang muncul dari dalam hati itulah tanda hadirnya nafsu lawwāmah. Jiwa ini belum suci sepenuhnya, tetapi sudah tidak nyaman lagi dengan dosa. Ia terus berjuang, terus memperbaiki diri, dan terus mencela dirinya jika lalai.
Langkah Menuju Tingkatan Jiwa yang Lebih Tinggi
Berada di tingkatan nafsu lawwāmah bukanlah akhir dari perjalanan spiritual, melainkan batu loncatan untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi, yaitu nafsu muthma’innah. Agar bisa meningkat, seseorang harus:
-Konsisten dalam Taubat
Jangan bosan untuk kembali kepada Allah. Taubat adalah pintu perubahan.
-Perkuat Hubungan dengan Al-Qur'an dan Zikir
Menghidupkan hati dengan kalam Allah dan zikir akan memperkuat iman dan melembutkan hati.
-Carilah Lingkungan yang Baik
Teman dan lingkungan yang baik akan membantu mengarahkan kita dalam perjalanan menuju Allah.
-Bersabar dan Jangan Putus Asa
Proses penyucian jiwa bukanlah hal yang instan. Akan ada jatuh bangun, namun jangan pernah putus asa dari rahmat Allah.
Nafsu lawwāmah adalah jiwa yang sadar akan kekurangannya dan merasa bersalah ketika berbuat dosa. Ia mencela dirinya karena ingin menjadi lebih baik. Nafsu ini adalah anugerah, karena dengan memilikinya, kita menyadari bahwa kita sedang bergerak menuju Allah.
Setiap orang pasti pernah jatuh dalam kesalahan, namun hanya jiwa yang lawwāmah yang bangkit dan berusaha kembali kepada jalan yang lurus. Maka, jika hati kita masih menyesal saat bermaksiat, itu adalah pertanda bahwa Allah masih mencintai kita dan memberikan kesempatan untuk bertaubat.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang selalu mencela diri atas dosa, hingga akhirnya kita mencapai jiwa yang tenang, muthma’innah, yang akan dipanggil:
"Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai. Masuklah ke dalam golongan hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku."
(QS. Al-Fajr: 27-30)