Perbedaan Mendasar : Harapan (Raja’) dan Angan-angan (Tulul Amal) dalam Islam
Dalam perjalanan hidup seorang Muslim, dua sikap batin sering kali hadir: harapan dan angan-angan. Keduanya tampak serupa, namun memiliki hakikat yang sangat berbeda. Dalam Islam, harapan (raja’) merupakan sikap terpuji yang menjadi pendorong amal, sedangkan angan-angan kosong (tulul amal) adalah penyakit hati yang menjauhkan seseorang dari kesungguhan dalam beramal. Memahami perbedaan antara keduanya sangat penting agar tidak terjerumus dalam tipu daya setan yang mengubah semangat menjadi kelalaian.
Makna Harapan (Raja’)
Raja’ secara bahasa berarti berharap sesuatu yang baik akan terjadi. Dalam istilah syar’i, raja’ adalah sikap hati yang mengharapkan rahmat, ampunan, dan ganjaran dari Allah, disertai dengan usaha nyata dan amal shalih untuk meraihnya. Harapan ini dilandasi oleh keyakinan terhadap luasnya rahmat Allah dan janji-Nya yang benar.
Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah..."
(QS. Al-Baqarah: 218)
Dalam ayat ini, harapan disandingkan dengan iman, hijrah, dan jihad. Ini menunjukkan bahwa raja’ yang benar tidak mungkin hadir tanpa amal. Harapan kepada Allah harus berjalan seiring dengan ketaatan dan perjuangan.
Makna Angan-angan (Tulul Amal)
Tulul amal berarti panjang angan-angan, yakni membayangkan kebaikan atau keberuntungan tanpa disertai usaha atau kesiapan untuk meraihnya. Orang yang memiliki tulul amal sering berkhayal bahwa ia akan mendapatkan surga, ampunan, atau keberhasilan dunia, meskipun ia hidup dalam kemaksiatan dan tidak memperbaiki diri.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan:
“Harapan (raja’) adalah obat yang bermanfaat, sedangkan angan-angan (tulul amal) adalah penyakit yang membinasakan.”
Seseorang yang berangan-angan tanpa amal adalah seperti petani yang berharap panen melimpah, tetapi tidak pernah menanam benih. Harapannya tidak akan membuahkan apa-apa.
Contoh Raja’ yang Benar
-Seorang Muslim yang melakukan dosa, kemudian menyesal, bertaubat, dan memperbanyak amal kebaikan sambil berharap ampunan dari Allah.
-Orang yang rajin shalat malam, bersedekah, menjaga lisannya, sambil berharap bisa meraih surga Allah.
-Seorang dai yang menghadapi banyak rintangan dalam dakwah, namun tetap sabar dan berharap pertolongan Allah serta pahala yang besar.
Contoh Tulul Amal
-Orang yang berkata, "Allah Maha Pengampun," tetapi ia terus menerus melakukan dosa tanpa pernah bertaubat.
-Orang yang menunda-nunda shalat dengan alasan “nanti kalau sudah tua saya akan taat.”
-Orang yang berangan-angan masuk surga, tetapi enggan belajar agama, malas shalat, dan sibuk dengan kemaksiatan.
Bahaya Tulul Amal
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Hati manusia menjadi tua sebagaimana badan mereka menjadi tua, dan salah satu tanda ketuaan hati adalah tulul amal."
(HR. Al-Baihaqi)
Tulul amal menyebabkan:
-Kelalaian dari kematian: Orang yang memiliki tulul amal merasa seolah-olah ia akan hidup selamanya, sehingga ia tidak mempersiapkan bekal akhirat.
-Menunda taubat: Ia merasa masih punya banyak waktu untuk berubah, padahal kematian bisa datang kapan saja.
-Kemalasan dalam ibadah: Karena merasa waktu masih panjang, ia menunda-nunda amal dan merasa puas hanya dengan niat tanpa tindakan.
Keseimbangan antara Khauf (takut) dan Raja’ (harap)
Seorang Muslim hendaknya hidup dalam keseimbangan antara khauf (takut akan siksa Allah) dan raja’ (harap akan rahmat-Nya). Takut mendorong seseorang menjauhi maksiat, dan harapan mendorongnya untuk terus beramal. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa khauf dan raja’ ibarat dua sayap burung. Jika keduanya seimbang, maka seseorang dapat terbang menuju keridhaan Allah.
Dalam kondisi sehat, takut hendaknya lebih dominan agar tidak terjerumus dalam tulul amal. Namun saat menjelang kematian, harapan lebih ditekankan agar ia husnuzhan (berbaik sangka) kepada Allah dan wafat dalam keadaan optimis akan rahmat-Nya.
Menjadikan Raja’ sebagai Jalan Menuju Surga
Islam mengajarkan bahwa harapan yang benar adalah bentuk ibadah hati yang sangat agung. Ia memotivasi seorang hamba untuk terus memperbaiki diri, memperbanyak amal shalih, dan tidak pernah putus asa dari rahmat Allah. Namun jika harapan berubah menjadi angan-angan kosong, maka itu adalah tipuan setan yang membuat seseorang tenggelam dalam kelalaian.
Mari kita koreksi diri: Apakah harapan kita kepada Allah dibarengi dengan amal dan ketaatan? Ataukah hanya berupa ucapan dan impian belaka?
Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang memiliki harapan yang benar, menjauhkan kita dari tulul amal yang membinasakan, dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya yang penuh rahmat. Aamiin.