Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Allah Itu Sesuai Prasangka Hamba-Nya


Dalam kehidupan ini, setiap manusia tak lepas dari ujian dan harapan. Ada kalanya seseorang diliputi rasa takut, cemas, atau bahkan putus asa. Namun, Islam memberikan satu prinsip yang luar biasa dalam menghadapi semua itu, yakni keyakinan terhadap sifat Allah yang Maha Baik dan Maha Pengasih. Salah satu hadis yang sangat menggugah hati adalah sabda Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

"Allah berfirman: Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Jika ia berprasangka baik, maka baginya kebaikan. Jika ia berprasangka buruk, maka baginya keburukan."

(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan prasangka mereka. Jika kita berprasangka baik kepada Allah—yakin bahwa Dia akan menolong, mengampuni, dan memberi jalan keluar—maka itu yang akan kita dapati. Namun sebaliknya, jika kita berprasangka buruk—merasa bahwa Allah tidak adil, tidak akan mengabulkan doa, atau telah meninggalkan kita—maka prasangka buruk itu akan menjadi kenyataan bagi diri kita.

1. Arti Prasangka Baik kepada Allah

Berprasangka baik (husnuzhan) kepada Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang Allah takdirkan adalah yang terbaik bagi kita. Kita percaya bahwa setiap cobaan, keterlambatan doa yang dikabulkan, atau musibah yang datang adalah bagian dari kasih sayang dan rencana indah Allah.

Contohnya: ketika seseorang sakit, lalu ia tetap yakin bahwa Allah pasti akan menyembuhkan, atau bahwa sakit ini akan menggugurkan dosanya, maka itu adalah bentuk prasangka baik. Ia tidak menyalahkan takdir atau merasa Allah tidak adil. Inilah orang yang akan mendapatkan pahala dan pertolongan dari Allah sesuai prasangkanya.

2. Prasangka Buruk yang Harus Dihindari

Prasangka buruk (su’uzhan) kepada Allah bisa muncul dalam banyak bentuk, seperti:

-Merasa doa tidak dikabulkan karena Allah tidak menyayangi.

-Menyangka bahwa Allah tidak akan memberi rezeki karena sudah terlalu banyak dosa.

-Merasa Allah tidak adil karena membiarkan orang lain bahagia sementara dirinya menderita.

Prasangka buruk seperti ini bisa menjadi dosa besar karena mencerminkan ketidakpercayaan kepada sifat-sifat Allah yang Mahabaik. Dalam Al-Qur’an, Allah mengancam orang-orang yang berprasangka buruk kepada-Nya:

“Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan, yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran keburukan. Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”

(QS. Al-Fath: 6)

3. Mengapa Kita Harus Berprasangka Baik?

Berprasangka baik kepada Allah bukan sekadar optimisme, tetapi juga bentuk keimanan dan tawakkal. Orang yang beriman tahu bahwa:

-Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik.

-Allah tidak membebani hamba-Nya melebihi kemampuan.

-Setiap takdir Allah selalu mengandung hikmah.

Dengan prasangka baik, hati menjadi tenang. Kita tidak mudah putus asa atau marah kepada Allah. Bahkan dalam musibah pun, kita bisa berkata, “Ada kebaikan yang Allah siapkan di balik ini.”

4. Contoh Prasangka Baik dalam Kisah-Kisah Nyata

Beberapa kisah dalam Al-Qur'an maupun sejarah Islam memperlihatkan kekuatan prasangka baik:

Nabi Yusuf ‘alaihis salam: Dipenjara bertahun-tahun, namun beliau yakin Allah akan membebaskannya dan memberi kemuliaan. Benar saja, ia kemudian diangkat menjadi penguasa Mesir.

Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha: Ketika suaminya wafat, ia tetap berprasangka baik kepada Allah dan berkata: "Ya Allah, berikan aku pengganti yang lebih baik." Akhirnya, Allah memberinya suami baru: Rasulullah ﷺ sendiri.

Seseorang yang berdosa besar, namun ia meninggal dalam keadaan berprasangka baik bahwa Allah akan mengampuni. Allah benar-benar mengampuninya, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Muslim.

5. Bagaimana Melatih Diri Berprasangka Baik?

Kenali sifat-sifat Allah dalam Al-Qur’an: Ar-Rahman, Al-Wahhab, Al-Ghafur, dsb. Ini akan membangun cinta dan harapan kepada-Nya.

-Banyak berdzikir dan membaca doa, terutama doa memohon husnuzhan kepada Allah.

-Melihat segala sesuatu dengan sudut pandang positif: Musibah sebagai ujian, keterlambatan sebagai proses.

-Menghindari keluhan dan sikap su’uzhan, baik dalam hati maupun lisan.

-Dekatkan diri dengan orang-orang saleh yang selalu menanamkan optimisme dan harapan dalam takdir Allah.

Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya. Maka, jangan biarkan hatimu menyimpan keraguan atau ketidakpercayaan terhadap-Nya. Ketika kita yakin bahwa Allah akan menolong, mengampuni, dan memberi yang terbaik, maka begitulah yang akan kita dapatkan, karena Dia Maha Penyayang dan Maha Mengetahui isi hati kita.

Mari biasakan diri untuk selalu berbaik sangka kepada Allah, dalam kondisi apapun. Karena prasangka kita adalah cermin keyakinan kita.

"Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap."

(QS. Al-Insyirah: 8)