Orang-orang Wara’ di Zaman Modern
Dalam kehidupan yang penuh dengan gemerlap dunia, persaingan materi, dan godaan kemewahan, menjadi orang yang wara’ bukanlah perkara mudah. Wara’ (الورع) adalah sikap hati-hati dalam menjalani kehidupan agar tidak terjerumus pada perkara haram atau bahkan yang syubhat (meragukan). Sikap ini menjadi salah satu tanda ketaqwaan yang tinggi dan warisan mulia dari para salafus shalih.
Namun, apakah masih ada orang wara’ di zaman modern ini? Jawabannya: masih ada. Mereka tidak selalu tampil mencolok, namun diam-diam menjaga hati, lisan, dan perbuatan dari apa yang dilarang oleh Allah, bahkan dari yang diragukan kehalalannya.
Makna Wara’ dalam Islam
Wara’ bukan hanya menjauhi yang haram, tapi juga meninggalkan perkara yang syubhat, demi menjaga diri dari dosa. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang samar, yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barangsiapa menjaga diri dari perkara-perkara yang samar, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Orang wara’ tidak hanya menghindari yang jelas keharamannya, tapi juga menjauhi hal yang bisa menyeret pada maksiat, meskipun tampak biasa bagi kebanyakan orang.
Potret Orang Wara’ di Zaman Modern
Di zaman modern, wara’ bukan berarti menjauh dari dunia, tetapi bagaimana tetap hidup di tengah dunia dengan menjaga hati dan amal. Berikut beberapa contoh nyata:
1. Pengusaha Muslim yang Jujur
Ada pengusaha yang rela kehilangan keuntungan besar karena menolak suap, manipulasi data, atau menjual produk yang syubhat. Ia memilih kualitas dan kejujuran meski kalah saing, karena baginya, rejeki yang berkah lebih utama daripada angka yang besar.
2. Karyawan yang Menjaga Integritas
Di tengah budaya korupsi atau manipulasi kerja, ada pegawai yang menolak laporan fiktif, menolak gratifikasi, bahkan lebih memilih keluar dari pekerjaannya daripada melanggar prinsip Islam. Itulah sikap wara’ yang mahal di zaman ini.
3. Aktivis Dakwah yang Tidak Menjual Agama
Di era digital, sebagian orang tergoda menjadikan dakwah sebagai ladang komersial. Tapi masih ada dai dan ustadz yang menjaga kemurnian niat, tidak tergoda popularitas atau donasi besar, dan tetap menyampaikan kebenaran meski pahit.
4. Anak Muda yang Menjaga Pandangan dan Pergaulan
Dalam zaman media sosial dan kebebasan pergaulan, ada pemuda-pemudi yang memilih jalan wara’. Mereka menundukkan pandangan, menjaga adab, menjauhi pacaran, dan hanya menggunakan media sosial untuk hal yang bermanfaat. Padahal, mereka bisa saja ikut tren tanpa ada yang menyalahkan.
5. Ulama yang Teguh dengan Kebenaran
Ada juga ulama yang tidak menjual fatwanya demi kepentingan dunia. Ia tetap lantang menyuarakan kebenaran, walaupun dibenci penguasa atau kehilangan fasilitas. Seperti para ulama terdahulu, ia lebih takut kepada Allah daripada kepada manusia.
Wara’ adalah Cahaya di Tengah Kegelapan
Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
“Wara’ adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat untuk akhirat.”
Di tengah zaman yang serba cepat, instan, dan penuh kelalaian, sikap wara’ adalah pelindung iman. Wara’ menjadikan hati bersih, hidup tenang, dan rejeki berkah. Orang wara’ mungkin tidak dikenal dunia, tapi mereka sangat dikenal di langit.
Menumbuhkan Wara’ di Diri Kita
Meski berat, wara’ bisa dilatih dengan:
-Menguatkan iman dan ilmu – agar tahu mana yang halal, haram, dan syubhat.
-Banyak berzikir dan mengingat kematian – agar hati tidak terlena dengan dunia.
-Membiasakan diri jujur dan amanah – karena wara’ dimulai dari hal-hal kecil.
-Bersahabat dengan orang shalih – karena lingkungan menentukan sikap.
-Menjaga lisan dan niat – karena niat yang ikhlas adalah benteng utama wara’.
Orang wara’ di zaman ini mungkin tak banyak dikenal, tidak viral, tidak selalu tampil sebagai ustadz, tapi mereka hadir sebagai pelita dalam gelapnya zaman. Mereka hidup dengan hati yang takut kepada Allah, dan yakin bahwa setiap amal akan dipertanggungjawabkan.
Semoga kita termasuk orang-orang yang Allah beri kekuatan untuk bersikap wara’ – karena wara’ adalah tanda keimanan yang jujur dan bekal utama menuju surga.
“Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah gantikan dengan yang lebih baik.”
(HR. Ahmad)