Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Ilmu Tak Lagi Menuntun pada Kebenaran


Ilmu sejatinya adalah cahaya. Ia diturunkan oleh Allah SWT melalui para nabi, untuk menerangi jalan manusia menuju kebenaran. Namun di zaman ini, kita menyaksikan fenomena yang menyedihkan: ilmu tak lagi menuntun kepada kebenaran. Ia justru menjadi alat pembenaran hawa nafsu, ambisi duniawi, dan bahkan kezaliman.

Ilmu yang Terlepas dari Hidayah

Ilmu, dalam Islam, tidak hanya bermakna pengetahuan kognitif. Ia adalah jalan menuju makrifatullah—pengenalan dan ketaatan kepada Allah. Namun ketika ilmu dipelajari hanya untuk kepentingan dunia, untuk perdebatan, untuk pamer gelar, atau untuk menjatuhkan yang lain, maka ilmu itu menjadi beban, bukan petunjuk.

Imam Malik rahimahullah pernah berkata:

"Ilmu itu bukan banyaknya riwayat, tetapi ilmu adalah cahaya yang Allah letakkan di dalam hati."

Ketika ilmu tak lagi memiliki hubungan dengan iman dan akhlak, maka ia menjadi ‘bisu’ terhadap kebenaran. Bahkan bisa menjerumuskan pemiliknya pada kesombongan dan kesesatan.

Tanda-Tanda Ilmu yang Tak Lagi Menuntun:

1. Ilmu Tidak Melahirkan Rasa Takut kepada Allah

Allah berfirman:

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama." (QS. Fathir: 28)

Jika ilmu tidak membuahkan khusyuk, tawadhu’, dan takut kepada Allah, maka bisa jadi ilmu itu tidak disertai hidayah.

2. Ilmu Digunakan untuk Membela Kepentingan Pribadi atau Golongan

Berapa banyak orang cerdas yang menguasai ilmu agama, tetapi memilih diam saat kezaliman merajalela, atau bahkan membelanya demi posisi dan pengaruh? Mereka lebih takut kehilangan kedudukan daripada kehilangan ridha Allah.

3. Ilmu Menjadikan Pemiliknya Merasa Lebih Baik dari Orang Lain

Ini adalah penyakit halus yang mematikan. Ilmu seharusnya menumbuhkan kerendahan hati, bukan kesombongan. Jika seseorang merasa lebih mulia karena ilmunya, maka ia telah terperangkap oleh hawa nafsu.

4. Ilmu Tidak Diikuti oleh Amal

Ilmu sejati selalu melahirkan amal. Tanpa amal, ilmu menjadi seperti pohon tanpa buah. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang yang tidak memberi manfaat dari ilmunya." (HR. Thabrani)

Ketika Ulama Menjadi Sumber Fitnah

Salah satu krisis besar dalam sejarah Islam adalah ketika sebagian ulama menjual ilmunya kepada penguasa. Mereka mengeluarkan fatwa demi menghalalkan yang haram atau membenarkan kebijakan zalim. Ilmu yang semestinya menjadi kompas moral justru menjadi alat legitimasi kekuasaan.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:

"Orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah alim yang tidak memberi manfaat dari ilmunya. Ia mengenal jalan kebenaran tetapi menempuh jalan kesesatan."

Inilah bukti nyata bahwa ilmu bisa menjadi fitnah jika tidak disertai dengan kejujuran dan ketakwaan.

Mengembalikan Ilmu pada Jalan yang Lurus

Untuk menyelamatkan ilmu dari penyimpangan, kita harus mengembalikannya kepada tujuan aslinya: mengabdi kepada Allah, menegakkan kebenaran, dan memperbaiki manusia.

Beberapa langkah penting:

1. Menuntut Ilmu dengan Niat yang Benar

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa menuntut ilmu untuk membanggakan diri kepada ulama, membantah orang bodoh, atau menarik perhatian manusia, maka ia akan masuk neraka." (HR. Tirmidzi)

2. Mengiringi Ilmu dengan Amal dan Akhlak

Ilmu yang tidak diamalkan adalah petaka. Sedangkan ilmu yang dibarengi dengan amal dan akhlak mulia adalah cahaya yang berlipat.

3. Menjaga Integritas Ilmu dari Campur Tangan Kepentingan

Ulama harus menjadi suara kebenaran, bukan corong kekuasaan. Mereka adalah waratsatul anbiya (pewaris nabi), bukan alat propaganda.

4. Berdoa agar Diberi Ilmu yang Bermanfaat

Rasulullah ﷺ mengajarkan kita berdoa:

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, jiwa yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan." (HR. Muslim)

Penutup: Cahaya Ilmu yang Terhubung dengan Langit

Ilmu yang benar akan selalu menuntun kepada Allah, kepada kejujuran, dan kepada keadilan. Jika kita melihat ilmu justru menjadi sarana untuk menipu, menindas, atau menyimpang dari syariat, maka itu bukan karena ilmunya, tetapi karena hatinya telah berkarat.

Ilmu adalah amanah. Jika ia tidak menuntun kepada kebenaran, maka ia akan menggiring pemiliknya pada kehinaan dunia dan azab di akhirat.

Semoga Allah menjaga para penuntut ilmu dan para ulama kita, agar ilmu yang mereka miliki selalu menjadi jalan menuju keridhaan-Nya.