Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hikmah: Antara Gaji dan Rezeki

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali mendengar dua kata yang terdengar mirip namun sejatinya memiliki makna yang sangat berbeda: gaji dan rezeki. Keduanya sama-sama berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup, tetapi sumber, hakikat, dan keberkahannya tidaklah sama.

1. Gaji Adalah Hasil dari Pekerjaan, Rezeki Adalah Pemberian dari Allah

Gaji adalah sesuatu yang kita terima sebagai imbalan atas usaha atau pekerjaan. Nilainya sudah ditentukan oleh manusia — oleh atasan, oleh kontrak, oleh sistem. Ia datang sesuai dengan hitungan jam kerja, tanggung jawab, dan perjanjian.

Sedangkan rezeki adalah sesuatu yang datang atas kehendak Allah. Ia tidak terbatas pada uang semata, dan tidak selalu sebanding dengan kerja keras kita. Rezeki bisa datang dari arah yang tak terduga: kesehatan yang baik, keluarga yang harmonis, hati yang tenang, atau bahkan keberuntungan yang tidak pernah kita rencanakan.

“Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya...” (QS. Hud: 6)

2. Gaji Dihitung, Rezeki Dihitungkan

Gaji bersifat terukur dan terbatas. Setiap akhir bulan kita tahu berapa jumlahnya, dan kita bisa menghitungnya dengan pasti. Namun rezeki, sering kali tidak bisa dihitung dengan angka. Ada orang bergaji besar tapi hidupnya sempit, selalu kekurangan dan tidak pernah merasa cukup. Sebaliknya, ada yang bergaji kecil namun kehidupannya lapang dan penuh keberkahan.

Itulah bedanya: gaji hanya angka, rezeki adalah rasa cukup yang Allah tanamkan dalam hati. Karena itu, banyak ulama mengatakan, “Rezeki bukan seberapa banyak yang kau dapat, tapi seberapa berkah yang kau rasa.”

3. Gaji Bisa Dipotong, Rezeki Tidak Akan Tertukar

Dalam dunia kerja, gaji bisa naik turun. Ada bonus, ada potongan, ada pemotongan pajak, bahkan bisa hilang jika seseorang kehilangan pekerjaan. Tetapi rezeki — tidak akan pernah tertukar dan tidak akan pernah berkurang.

Rezeki sudah ditulis oleh Allah sejak kita masih dalam kandungan. Tak akan ada satu pun makhluk yang mampu mengambil rezeki orang lain, dan tak akan ada yang bisa menahan rezeki yang sudah menjadi jatah kita.

“Apa yang ditakdirkan untukmu tidak akan meleset darimu, dan apa yang tidak ditakdirkan untukmu tidak akan pernah sampai kepadamu.” (HR. Abu Dawud)

4. Gaji Dapat Habis, Rezeki Dapat Bertambah

Gaji yang kita terima setiap bulan pasti bisa habis: untuk makan, cicilan, kebutuhan anak, atau biaya hidup lainnya. Tapi rezeki tidak akan pernah habis selama kita pandai bersyukur dan berbagi.

Ada kalanya seseorang tidak memiliki banyak harta, tapi hidupnya terasa cukup karena keberkahan yang Allah limpahkan. Sebaliknya, ada yang bergaji tinggi, tapi selalu merasa kurang karena hatinya jauh dari rasa syukur.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)

5. Gaji Kita Terbatas di Dunia, Rezeki Bisa Mengalir Sampai Akhirat

Gaji hanya bisa kita nikmati selama kita hidup di dunia. Tapi rezeki yang kita gunakan untuk kebaikan — seperti sedekah, zakat, membantu orang tua, atau menolong sesama — akan terus mengalir sebagai amal jariyah bahkan setelah kita meninggal dunia.

Rezeki yang berkah adalah yang mengalir melampaui kehidupan dunia. Karena setiap kebaikan yang kita lakukan dari rezeki yang halal akan kembali kepada kita dalam bentuk pahala yang abadi.

Jangan Hanya Mengejar Gaji, Tapi Kejar Rezeki yang Berkah

Kita memang wajib berusaha, bekerja, dan mencari nafkah dengan sungguh-sungguh. Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk berpangku tangan. Tapi di balik kerja keras itu, kita harus sadar bahwa yang memberi hasil hanyalah Allah.

Maka, jangan semata-mata mengejar gaji, tapi kejar ridha Allah agar gaji itu menjadi rezeki yang penuh keberkahan. Karena pada akhirnya, yang membuat hidup bahagia bukan banyaknya angka di rekening, melainkan banyaknya keberkahan dalam setiap nikmat yang kita terima.