Tolok Ukur Keberhasilan Ibadah, Ilmu, dan Harta dalam Islam
Dalam kehidupan seorang Muslim, ibadah, ilmu, dan harta adalah tiga pilar penting yang selalu berjalan beriringan. Namun, sering kali muncul pertanyaan mendasar: bagaimana cara mengukur keberhasilan dari ketiganya? Apakah cukup dengan banyaknya amal, tingginya gelar akademik, atau melimpahnya kekayaan? Islam memberikan ukuran yang jauh lebih dalam dan bermakna.
1. Mengukur Keberhasilan Ibadah
Banyak orang mengira keberhasilan ibadah diukur dari kuantitas: seberapa sering sholat sunnah, berapa juz Al-Qur’an yang dibaca, atau berapa kali berpuasa. Padahal, Islam menekankan bahwa kualitas dan dampak ibadah jauh lebih utama.
Ukuran keberhasilan ibadah antara lain:
-Meningkatkan ketakwaan, sebagaimana tujuan utama ibadah: “Agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 21).
-Mencegah dari perbuatan dosa, sebagaimana sholat yang benar akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-‘Ankabut: 45).
-Melahirkan akhlak yang baik, seperti kejujuran, kesabaran, rendah hati, dan kasih sayang.
Jika ibadah yang dilakukan tidak membawa perubahan positif dalam perilaku dan hubungan sosial, maka perlu dilakukan muhasabah (evaluasi diri).
2. Mengukur Keberhasilan Ilmu
Ilmu dalam Islam bukan sekadar pengetahuan yang tersimpan di kepala, tetapi cahaya yang membimbing amal dan sikap hidup. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang memberi kebaikan bagi diri dan orang lain.
Keberhasilan ilmu dapat diukur dari:
-Diamalkannya ilmu tersebut, karena ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah.
-Menumbuhkan rasa takut kepada Allah, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).
-Memberi manfaat bagi sesama, baik melalui pengajaran, tulisan, nasihat, maupun teladan.
Ilmu yang benar akan membuat seseorang semakin tawadhu’, bukan sombong, serta semakin dekat kepada Allah, bukan menjauh.
3. Mengukur Keberhasilan Harta
Harta sering dianggap sebagai simbol keberhasilan duniawi. Namun dalam Islam, harta hanyalah amanah dan ujian, bukan tujuan akhir.
Keberhasilan harta diukur dari:
-Cara memperolehnya yang halal, karena harta haram akan menghapus keberkahan.
-Cara menggunakannya, apakah digunakan untuk kebaikan, membantu sesama, dan menegakkan ketaatan.
-Tidak melalaikan dari Allah, sebagaimana peringatan dalam Al-Qur’an agar harta dan anak tidak melalaikan dari mengingat Allah.
Harta yang berhasil bukan yang paling banyak, tetapi yang paling membawa keberkahan, ketenangan hati, dan mendekatkan pemiliknya kepada Allah.
Keseimbangan sebagai Kunci
Keberhasilan sejati dalam Islam bukanlah menonjol pada satu aspek saja, melainkan keseimbangan antara ibadah, ilmu, dan harta. Ibadah menguatkan hubungan dengan Allah, ilmu membimbing arah kehidupan, dan harta menjadi sarana untuk berbuat kebaikan.
Dengan terus melakukan evaluasi diri, seorang Muslim akan mampu menilai sejauh mana ibadahnya membentuk akhlak, ilmunya membuahkan amal, dan hartanya menghadirkan keberkahan. Inilah ukuran keberhasilan yang hakiki—bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
