Pesan Rasulullah Jika Bermimpi Baik dan Buruk
Mimpi adalah fenomena yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Hampir setiap orang pernah mengalami mimpi, baik yang membahagiakan maupun yang menggelisahkan. Dalam Islam, mimpi bukan sekadar bunga tidur, tetapi bisa memiliki makna, bahkan terkadang menjadi isyarat atau petunjuk dari Allah. Rasulullah ﷺ memberikan panduan jelas bagaimana seorang Muslim seharusnya menyikapi mimpi, baik yang baik maupun yang buruk.
Makna Mimpi dalam Islam
Dalam banyak riwayat, mimpi terbagi menjadi tiga jenis:
-Mimpi baik (ru’ya shadiqah): berasal dari Allah ﷻ, bisa berupa kabar gembira, peringatan, atau isyarat ilahi.
-Mimpi buruk (hulm): berasal dari setan, bersifat menakutkan, menyedihkan, atau membuat cemas.
-Mimpi dari bisikan hati (haditsun nafs): hasil dari pikiran atau perasaan sehari-hari, tidak memiliki makna spiritual.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Mimpi itu ada tiga: mimpi dari Allah, mimpi dari setan, dan mimpi dari diri sendiri.”
(HR. Muslim no. 2263)
Maka penting bagi seorang Muslim untuk mengetahui cara menyikapi mimpi-mimpi tersebut dengan benar, agar tidak terjerumus dalam kesalahpahaman atau bahkan kesyirikan.
Jika Bermimpi Baik
Jika seseorang bermimpi sesuatu yang baik — seperti bertemu Rasulullah ﷺ, mendapat kabar gembira, melihat surga, atau hal-hal yang menenangkan hati — maka Islam memberikan tuntunan sebagai berikut:
1. Bersyukur kepada Allah
Mimpi baik adalah hadiah dari Allah. Maka, Rasulullah ﷺ menganjurkan untuk bersyukur dan memuji-Nya.
"Jika salah seorang di antara kalian bermimpi yang baik, maka itu dari Allah. Hendaklah ia memuji Allah dan menceritakan mimpi itu.”
(HR. Bukhari no. 7045)
2. Boleh diceritakan kepada orang yang dipercaya
Tidak semua orang layak mendengar mimpi kita. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah engkau menceritakan mimpi kecuali kepada orang yang mencintaimu atau orang yang bijak.”
(HR. Tirmidzi no. 2280)
Orang yang mencintai kita tidak akan mendengki, sedangkan orang bijak bisa membantu menafsirkan dengan cara yang benar.
3. Mendoakan kebaikan
Jika mimpi itu mengandung kabar baik, maka hendaknya dijadikan sebagai motivasi untuk lebih dekat kepada Allah. Bisa juga disertai doa, agar kebaikan dalam mimpi tersebut benar-benar terwujud dalam kehidupan nyata.
Jika Bermimpi Buruk
Mimpi buruk, seperti mimpi dikejar binatang buas, jatuh dari ketinggian, kehilangan orang yang dicintai, atau hal-hal yang menakutkan, berasal dari setan. Rasulullah ﷺ memberi bimbingan praktis untuk menghadapinya:
1. Meludah ringan ke sisi kiri tiga kali
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian melihat mimpi yang dibencinya, maka hendaklah ia meludah ke kiri tiga kali…”
(HR. Muslim no. 2262)
Yang dimaksud meludah di sini adalah tiupan kecil disertai air liur ringan, bukan meludah keras.
2. Mengucapkan ta’awwudz
Yaitu membaca:
“A’udzu billahi minasy-syaithanir rajiim”
(Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk)
Ini merupakan bentuk permohonan perlindungan kepada Allah dari gangguan mimpi buruk.
3. Jangan menceritakannya kepada siapa pun
Rasulullah ﷺ sangat menekankan agar mimpi buruk tidak disebarluaskan, karena bisa memperkuat sugesti dan rasa takut.
“Jika ia melihat sesuatu yang tidak disukai, maka jangan menceritakannya kepada siapa pun, dan hendaknya ia bangun dan shalat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
4. Mengubah posisi tidur
Jika setelah bermimpi buruk hati terasa gelisah, Rasulullah ﷺ menganjurkan untuk mengubah posisi tidur, sebagai bentuk pengalihan kondisi.
5. Bangun dan shalat
Jika mimpi tersebut sangat mengganggu, Rasulullah ﷺ menyarankan untuk bangun dan melakukan shalat sunnah dua rakaat. Ini bisa menenangkan jiwa dan mengusir gangguan setan.
Hikmah dari Petunjuk Rasulullah
Petunjuk Nabi Muhammad ﷺ tentang mimpi bukan hanya soal teknis, tapi mencerminkan hikmah dan penjagaan akidah umatnya. Dalam Islam, mimpi tidak boleh dijadikan dasar utama dalam mengambil keputusan hidup, apalagi untuk menetapkan hukum. Mimpi adalah bagian dari bisyarah (kabar gembira) atau ujian, bukan wahyu.
Bahkan, walaupun seseorang bermimpi melihat Rasulullah ﷺ, dia tetap harus menilai mimpinya berdasarkan syariat. Karena setan tidak bisa menyerupai Nabi, tapi bisa saja mengelabui seseorang lewat ilusi mimpi.
“Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka sungguh dia telah melihatku. Karena setan tidak dapat menyerupaiku.”
(HR. Bukhari no. 6994)
Namun tetap, penglihatan terhadap Nabi dalam mimpi harus sesuai dengan ciri-ciri fisik beliau yang dijelaskan dalam hadits-hadits sahih.
Mimpi adalah bagian dari kehidupan manusia, dan Islam memberikan panduan bijak untuk menyikapinya. Mimpi baik adalah karunia dari Allah, sedangkan mimpi buruk adalah gangguan dari setan. Rasulullah ﷺ mengajarkan agar kita bersikap tenang, bersyukur saat mendapat mimpi baik, dan memohon perlindungan saat diganggu mimpi buruk.
Dengan mengikuti tuntunan Nabi ﷺ, seorang Muslim akan terhindar dari ketakutan yang berlebihan, takhayul, atau tafsir mimpi yang menyesatkan. Mimpi tidak dijadikan pegangan utama dalam hidup, tetapi cukup disikapi dengan hikmah, sesuai ajaran Islam.