Sabar Itu "Dua Teguk"
Seperti yang telah kita sadari, bawha sabar sering kali menjadi kata yang mudah diucapkan, namun sulit untuk dilaksanakan. Dalam Islam, sabar adalah bagian dari iman. Bahkan, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sabar itu cahaya."
(HR. Muslim)
Namun ada ungkapan menarik yang sering kita dengar: “Sabar itu dua teguk.” Sebuah pernyataan yang singkat, tapi penuh makna. Apa maksud dari “dua teguk” ini? Dan bagaimana kita dapat menghayatinya dalam kehidupan?
Makna Filosofis "Dua Teguk"
Ungkapan ini berasal dari pepatah Arab:
"As-shabru fi awalihi ka as-summi wa fi akhirihi ka 'asl."
"Sabar pada awalnya seperti racun, namun pada akhirnya seperti madu."
Kalimat ini menggambarkan bahwa sabar itu terdiri dari dua tahap atau "dua teguk":
Teguk pertama: pahitnya ujian.
Ketika musibah datang, hati terasa remuk. Ketika fitnah menimpa, dada sesak. Ketika kesulitan menghimpit, jiwa terguncang. Inilah tegukan pertama: pahit, menyakitkan, menguji iman.
Teguk kedua: manisnya hasil.
Setelah ujian dilewati, ada kemudahan. Setelah kesabaran dipertahankan, datang pertolongan Allah. Inilah tegukan kedua: manis, penuh hikmah, menumbuhkan ketenangan dan kedewasaan jiwa.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."
(QS. Al-Insyirah: 6)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa kesabaran tidak sia-sia. Setiap tegukan pahit akan diikuti oleh tegukan manis yang tak ternilai harganya.
Teguk Pertama: Mengendalikan Hati di Awal Musibah
Salah satu bentuk sabar yang paling utama adalah sabar pada "shadr al-mushibah", yakni sabar saat awal musibah menimpa. Di saat itulah ujian paling berat terjadi. Ketika berita buruk datang, ketika kehilangan terjadi, ketika penghinaan menimpa — bisakah kita menahan lidah dari mengeluh, hati dari marah, dan pikiran dari berburuk sangka?
Rasulullah ﷺ pernah menasihati seorang wanita yang menangis di kuburan anaknya:
"Sabar itu pada pukulan pertama."
(HR. Bukhari & Muslim)
Sabar bukan berarti tidak boleh sedih. Tapi sabar adalah bagaimana kita mengendalikan respons hati, bukan menekan perasaan. Kita boleh menangis, tapi jangan berputus asa. Kita boleh kecewa, tapi jangan menyalahkan takdir.
Teguk Kedua: Buah dari Kesabaran
Setelah waktu berlalu, setelah badai reda, kita mulai melihat hikmah. Banyak orang yang setelah bersabar dalam kesempitan, justru mendapat kebaikan yang tak pernah mereka bayangkan. Dalam dunia bisnis, keluarga, pendidikan, bahkan dakwah — mereka yang sabar akan diberi jalan oleh Allah SWT.
Allah menjanjikan dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."
(QS. Az-Zumar: 10)
Inilah teguk kedua: pahala, ketenangan, kematangan, dan cinta Allah.
-Kisah-Kisah Sabar dalam Dua Teguk-
Nabi Ayyub 'alaihissalam
Beliau adalah simbol kesabaran. Selama bertahun-tahun diuji dengan penyakit dan kehilangan, namun tidak pernah mengeluh. Tegukan pertama begitu pahit, namun beliau tetap berkata:
"Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang."
(QS. Al-Anbiya: 83)
Akhirnya, Allah memberikan kesembuhan dan mengganti semua kehilangan dengan yang lebih baik. Itulah tegukan kedua yang manis.
Ummu Salamah
Ketika suaminya Abu Salamah wafat, ia sangat terpukul. Namun Rasulullah ﷺ mengajarkan doa:
"Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku, dan gantilah untukku yang lebih baik darinya."
Dengan doa dan kesabaran itu, Allah takdirkan ia menjadi istri Rasulullah ﷺ. Sebuah ganti yang luar biasa manis.
Latihan Sabar dalam Kehidupan
-Sabar dalam ibadah:
Menahan diri agar tetap istiqamah dalam shalat, puasa, dan amal soleh.
-Sabar dalam meninggalkan maksiat:
Menahan hawa nafsu dari godaan dunia yang menyesatkan.
-Sabar dalam menghadapi takdir:
Menerima ujian dengan tawakal dan husnuzan pada Allah.
Semuanya butuh latihan. Kita tidak akan bisa sabar jika tidak membiasakan diri sejak hal kecil: menahan amarah, bersikap tenang saat antrian, atau menghindari debat sia-sia.
Dua Teguk yang Menguatkan
Sabar itu bukan berarti pasif. Sabar adalah tindakan aktif untuk tetap istiqamah, tetap berpikir jernih, dan tetap berharap kepada Allah. Dua teguk sabar — pahit di awal, manis di akhir — adalah jalan para nabi, orang shalih, dan siapa pun yang ingin dekat dengan Allah.
Jika hari ini kita sedang meneguk yang pertama, percayalah: tegukan kedua akan datang. Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang bersabar.
"Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Anfal: 46)