Ilustrasi Betapa Pelitnya Kita untuk Akhirat
Dalam kehidupan sehari-hari, kita begitu mudah mengeluarkan tenaga, waktu, dan harta untuk urusan dunia. Kita rela begadang demi pekerjaan, menghabiskan uang untuk kesenangan, atau meluangkan waktu berjam-jam untuk hal sepele. Namun ketika tiba gilirannya untuk akhirat — sesuatu yang jauh lebih kekal — tiba-tiba kita menjadi pelit. Pelit waktu, pelit tenaga, pelit perhatian, bahkan pelit sekadar satu menit untuk mengingat Allah.
Padahal, jika direnungkan, semua yang kita kerjakan untuk dunia hanya kita nikmati sesaat. Sedangkan amalan untuk akhirat akan kembali kepada kita sebagai pahala yang kekal. Berikut beberapa ilustrasi sederhana yang menggambarkan betapa pelitnya kita terhadap akhirat, meskipun kita tahu bahwa di sanalah tempat kembali selamanya.
1. Lima Menit untuk Allah Terasa Berat, Lima Jam untuk Dunia Terasa Ringan
Saat azan berkumandang, sebagian orang merasa berat untuk beranjak dari aktivitasnya. Shalat yang hanya butuh beberapa menit terasa seperti beban yang besar. Namun ketika sedang menonton film, bermain gim, atau scrolling media sosial, waktu berjam-jam berlalu begitu cepat tanpa ada rasa berat sedikit pun.
Aneh, bukan? Kita merasa kehilangan waktu ketika beribadah, padahal Allah yang memberi kita seluruh waktu itu.
2. Sedekah Seribu Rupiah Terasa Banyak, Tapi Uang Puluhan Ribu untuk Jajan Terasa Biasa
Ketika kotak infak lewat, kita sering kali memilih uang kecil, seolah-olah itulah yang paling aman dikeluarkan. Kita takut harta berkurang, seakan-akan Allah tidak bisa menggantinya.
Namun saat membeli makanan, kopi kekinian, atau hal-hal tidak penting lainnya, kita tidak pernah berpikir dua kali. Itu menunjukkan bukan soal jumlah, tapi soal hati yang belum yakin dengan janji Allah.
Allah berfirman:
“Apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba’: 39)
Tetapi bukankah aneh, kita lebih percaya harga promo daripada janji Sang Pencipta?
3. Kita Rela Dibayar Murah untuk Dunia, Tapi Tidak Rela Dibayar Mahalnya untuk Akhirat
Bayangkan seseorang diminta bekerja 10 menit untuk mendapatkan upah besar. Pasti dia akan semangat.
Padahal shalat lima waktu, dzikir, membaca Al-Qur’an, atau sedekah — semuanya adalah pekerjaan yang “dibayar” oleh Allah dengan balasan yang tak terbatas: surga. Namun justru dalam hal inilah manusia paling malas dan paling perhitungan.
Kita bekerja keras untuk upah yang kecil dan sementara, tapi tidak mau berusaha untuk balasan yang kekal.
4. Kita Rajin Merawat Tubuh, Tapi Lalai Merawat Hati
Kita peduli dengan tubuh: makan terbaik, skincare, olahraga, fashion — agar tampil baik di depan manusia.
Tetapi kita pelit untuk memperbaiki hati: jarang istighfar, jarang membaca Qur’an, mudah marah, mudah iri, mudah berprasangka buruk.
Padahal tubuh hanya akan menemani kita sampai ke liang kubur. Hati dan amal kita yang akan menemani perjalanan jauh setelah itu.
5. Kita Mau Mendengar Omongan Manusia, Tapi Jarang Mendengar Seruan Allah
Notifikasi pesan masuk, kita segera membuka. Ada panggilan telepon, kita langsung angkat.
Tapi panggilan shalat? Kita sering menunda, atau bahkan tidak menanggapi sama sekali.
Kita khawatir mengecewakan manusia yang sebenarnya tidak punya kuasa apa-apa atas hidup kita.
Namun tidak khawatir mengecewakan Allah yang memberi kita setiap napas.
6. Kita Sigap Menghindari Rugi Dunia, Tapi Mengabaikan Rugi Akhirat
Saat ada diskon atau peluang bisnis, kita cepat memanfaatkan.
Saat ada ancaman kerugian dunia, kita langsung waspada.
Tetapi ketika diingatkan bahwa waktu hidup tinggal sedikit, amal masih sedikit, dan hari akhir semakin dekat, kita seolah tidak peduli.
Padahal kerugian akhirat adalah kerugian yang tidak ada gantinya.
Mengapa Kita Bisa Begitu Pelit untuk Akhirat?
Ada beberapa sebab yang sering tidak disadari:
Dunia tampak di depan mata, akhirat masih dianggap jauh.
Kita terlalu mencintai kenyamanan sementara.
Hati kurang yakin dengan janji Allah.
Lalai bahwa kematian bisa datang kapan saja.
Tak heran jika kita lebih memprioritaskan yang cepat menguntungkan meski kecil, daripada menabung pahala untuk hari yang pasti.
Saatnya Berubah: Menjadi Pemurah untuk Akhirat
Mulailah dari hal kecil:
Sisihkan waktu lima menit setelah Subuh untuk dzikir.
Sediakan sebagian harta, sekecil apa pun, untuk sedekah rutin.
Paksakan diri shalat tepat waktu.
Biasakan membantu orang lain, meskipun dengan tenaga atau senyuman.
Kebaikan kecil yang dilakukan terus-menerus lebih berharga daripada kebaikan besar yang hanya sekali.
Allah Maha Pemurah. Dia tidak membutuhkan apa pun dari kita; justru kita yang sangat membutuhkan balasan-Nya. Jangan sampai kita termasuk orang yang menyesal ketika menyadari bahwa ternyata kita terlalu pelit untuk sesuatu yang sebenarnya sangat kita butuhkan — akhirat.
Ilustrasi-ilustrasi di atas mengingatkan kita betapa sering kita perhitungan kepada Allah, sementara kita begitu ringan memberi tenaga dan waktu untuk dunia.
Semoga hati kita dilembutkan, iman kita dikuatkan, dan langkah kita dimudahkan untuk memperbaiki diri.
