Renungan : Sebuah Kebaikan yang Terancam
Dalam kehidupan seorang muslim, kebaikan adalah cahaya yang seharusnya terus menyinari langkah-langkah kita. Namun ada kalanya, sebuah kebaikan yang telah dilakukan dengan susah payah justru berada di ambang kehancuran—bukan karena kurangnya nilai, tetapi karena sikap dan perilaku pelakunya sendiri. Kebaikan itu ada, pahalanya tercatat, tetapi kelestariannya belum tentu terjaga. Inilah yang disebut kebaikan yang terancam.
Ketika Kebaikan Hilang Makna karena Riya’
Salah satu ancaman terbesar bagi amal-amal baik adalah riya’, yakni keinginan menonjolkan diri di hadapan manusia. Seseorang bisa saja shalat dengan khusyuk, bersedekah dengan ikhlas, membantu orang dengan tulus, namun ketika hatinya mulai berharap dipuji, dihargai, atau dianggap hebat oleh orang lain, amal itu mulai retak.
Rasulullah ﷺ bersabda bahwa riya’ adalah salah satu syirik kecil. Ia seperti rayap yang memakan kayu: tak terlihat, tetapi menghancurkan dari dalam. Seseorang mungkin merasa telah berbuat banyak, padahal yang tersisa hanya lelah—karena kebaikan itu hangus sebelum sampai kepada Allah.
Kebaikan yang Terancam oleh Kesombongan
Ada pula kebaikan yang hancur karena kesombongan. Seseorang mungkin membantu banyak orang, tetapi dalam hatinya muncul rasa: “Aku lebih baik dari mereka.” Padahal apa pun kebaikan yang ia punya—harta, ilmu, tenaga—semuanya hanya titipan Allah.
Kesombongan bukan hanya menghapus pahala, tetapi juga menutup pintu-pintu kebaikan berikutnya. Orang yang sombong akan sulit menerima nasihat, sulit mengakui kekurangan, dan sulit mengasihi sesama. Akhirnya, ia berhenti berbuat baik, meski sebelumnya rajin melakukannya.
Kebaikan yang Rapuh karena Tidak Dijaga Konsistensinya
Ada pula kebaikan yang terancam karena tidak dijaga kelestariannya. Seseorang mungkin dulu rajin shalat malam, rajin tilawah, suka membantu, tetapi seiring berjalannya waktu ia sibuk, lelah, atau terbuai zona nyaman. Lambat laun, kebaikan itu pudar dan hilang.
Padahal Allah mencintai amal kecil tetapi dilakukan secara konsisten. Amalan kecil yang dijaga terus menerus lebih kuat nilainya dibanding amalan besar tetapi hanya sesaat.
Kebaikan yang Rusak karena Menyakiti Perasaan Sesama
Kadang kebaikan terancam bukan karena amal itu sendiri, tetapi karena lisan setelahnya. Seseorang mungkin bersedekah, tetapi ia menyebut-nyebut sedekahnya sehingga orang lain tersinggung. Ia mungkin membantu, tetapi ia ungkit-ungkit kebaikannya hingga yang dibantu merasa rendah.
Al-Qur’an mengingatkan kita agar tidak membatalkan sedekah dengan menyakiti perasaan penerimanya. Sedekah itu mulia, tetapi lisannya yang tidak terjaga bisa menghancurkan kemuliaan tersebut.
Menjaga Kebaikan hingga Akhir
Kebaikan adalah investasi akhirat. Ia tidak hanya perlu dilakukan, tetapi juga dijaga. Cara menjaganya antara lain:
1. Ikhlas dalam setiap amal
Luruskan niat, karena niat adalah pondasi dari semua kebaikan.
2. Hindari membicarakan amal
Biarlah Allah yang tahu. Pujian manusia tidak menambah apa pun dalam catatan amal.
3. Terus perbarui hati
Hati mudah berbolak-balik. Maka rawatlah dengan doa, dzikir, dan muhasabah.
4. Jaga konsistensi meski kecil
Lebih baik sedikit tetapi terus-menerus.
5. Lembutkan lisan setelah berbuat baik
Tidak perlu mengungkit, tidak perlu menyindir, cukup niatkan untuk memberi manfaat.
Kebaikan bukan hanya soal dilakukan, tetapi juga soal bagaimana ia tetap hidup dan bernilai di sisi Allah. Banyak orang bisa melakukan kebaikan, tetapi tidak semua bisa menjaganya. Karena itu, kita harus berhati-hati agar setiap amal yang kita lakukan tetap selamat dari hal-hal yang bisa menghapus pahalanya.
Semoga Allah menjaga setiap kebaikan yang pernah kita lakukan, meluruskannya, dan menerimanya sebagai amal yang murni. Aamiin.
